Senin, 19 September 2011

Rp 450 Ribu Per Orang untuk Berantas Buta Aksara

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasubdit Pembelajaran dan Peserta Didik Direktorat Pendidikan dan Masyarakat Kementerian Pendidikan Nasional, Elih Sudiapermana mengatakan, berdasarkan hasil evaluasi 2009 oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) di Pusat Studi Pendidikan di Jawa Barat (PSP) terdapat 30 persen masyarakat yang sudah terbebas buta aksara tetapi kembali menjadi buta aksara karena kurangnya pembinaan.
Kami berikan bantuan keaksaraan usaha mandiri Rp 460 ribu per orang untuk pembinaan penguatan seperti baca, tulis dan kegiatan membaca, serta wirausaha lainnya.
-- Elih Sudiapermana

Menurut data yang dia paparkan, sampai saat ini angka buta aksara mencapai 8,3 juta jiwa atau setara dengan lima persen dari jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, 64 persen di antaranya penyandang buta aksara wanita, sedangkan sisanya adalah pria. Untuk itulah pihaknya memberikan sejumlah dana dalam bentuk block grant yang dilaksanakan oleh Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) dan organisasi masyarakat lainnya.

"Kami memberikan bantuan keaksaraan usaha mandiri Rp 460 ribu per orang untuk pembinaan penguatan seperti baca, tulis dan kegiatan membaca, serta wirausaha lainnya," kata Elih, Kamis (8/9/2011), di Jakarta.

Namun begitu, lanjut Elih, jumlah dana pemerintah untuk membangun taman bacaan masyarakat (TBM) masih sangat terbatas sehingga memaksanya menerapkan skala prioritas kepada daerah-daerah tertentu yang dinilai tingkat buta aksaranya tinggi.

"Setiap tahun hanya 500 TBM yang dibentuk di daerah-daerah. Jumlah anggaran yang tersedia untuk TBM mandiri Rp 15 juta dan untuk pembinaan Rp 25 juta. Bukan hanya untuk buku, tetapi sarana penunjang lainnya, seperti dana operasional dan penyediaan bahan ajar," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional (Ditjen PAUDNI Kemdiknas), Wartanto, mengatakan, mereka yang sudah bebas buta aksara tetapi kemudian kembali menjadi buta aksara karena kurangnya tindak lanjut pembinaan. Ia menjelaskan, misalnya mereka yang baru kenal aksara dasar tetapi karena di lingkungannya tidak dibimbing dengan baik, maka penggunaan bahasa Indonesianya menjadi menurun.

"Kembali menjadi buta aksara karena mereka lebih suka menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerahnya. Sama seperti kita yang mahir bahasa Inggris, jika tidak sering digunakan maka akan kembali lupa," kata Wartanto.

Selain itu, sambungnya, penyebab kembalinya menjadi buta aksara adalah karena terbatasnya sarana dan prasarana pembinaan. Karena pada umumnya mereka yang baru terbebas dari buta aksara sangat ingin melakukan kegiatan membaca dan menulis, tapi karena terbatasnya anggaran untuk memobilisasi itu semua pada akhirnya pembinaan jadi terbengkalai.

Untuk itu, lanjut Wartanto, pihaknya telah membuat berbagai program untuk menyiasati hal tersebut, seperti membuat buku atau buletin supaya masyarakat mempunyai bahan bacaan untuk meningkatkan dan mengenal aksara. Memberikan bantuan untuk membuat taman bacaan masyarakat (TBM) yang diharapkan agar masyarakat bisa meningkatkan kemampuan dasarnya.

"Orang yang baru bisa membaca biasanya ingin membaca terus, tapi menjadi masalah karena sarananya terbatas, terlebih di daerah-daerah yang tergolong sulit. Itulah kenapa kami perlu dukungan masyarakat dan pemerintah daerah. Ini penting karena bebas dari buta aksara dapat berpengaruh untuk membangun lingkungan dan masyarakat di sekitarnya," ujarnya.

sumber: kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar