Senin, 19 September 2011

Pemerintah Janji, Berantas Buta Aksara di Desa-desa

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Fasli Jalal mengatakan, sesuai Instruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara menunjukkan bahwa gerakan nasional pemberantasan buta aksara merupakan bagian yang sangat penting dan strategis dalam kerangka pembangunan pendidikan nasional.
Kita perlu fokus pada daerah yang masih memilki kepadatan jumlah buta aksara.
-- Fasli Jalal

"Hal ini karena buta aksara berkaitan dengan penduduk dewasa terutama yang tinggal di desa, miskin dan tidak berdaya. Oleh karena itu, pemerintah akan terus berupaya melaksanakan program peningkatan keaksaraan bagi semua penduduk dewasa sebagai bentuk komitmen dalam memajukan dan memberdayakan masyarakat," kata Fasli dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (8/9/2011).

Tahun ini, untuk meningkatkan komitmen dan membangkitkan semangat berbagai pihak dalam pemberantasan buta aksara, Hari Aksara Internasional (HAI) ke-46 tingkat nasional akan dilaksanakan di Jakarta pada Oktober 2011 mendatang. Seperti diketahui, lanjut Fasli, sejak 45 tahun lalu UNESCO menetapkan 8 September sebagai Hari Literasi Internasional (International Literacy Day). Penetapan tersebut dilakukan untuk mengingatkan dunia tentang pentingnya budaya literasi (baca-tulis) bagi penduduk dunia guna meningkatkan harkat, martabat, dan taraf kehidupan seseorang.

Pada akhir 2010, jumlah masyarakat Indonesia yang belum memiliki kemampuan mengenal dan membaca tulisan mencapai sekitar 8,3 juta jiwa, atau sekitar lima persen dari jumlah penduduk Indonesia. Menurut Fasli, ada tiga cara untuk menyelesaikan masalah buta aksara di Indonesia. Pertama, melakukan metode penyelesaian secara sistematis.

"Kita perlu fokus pada daerah yang masih memilki kepadatan jumlah buta aksara. Setiap provinsi, kabupaten, dan kota perlu memiliki data penduduk buta aksara sesuai nama dan alamat peserta didik agar bisa segera diselesaikan," ujarnya.

Metode kedua adalah mengintegrasikan program pemberantasan buta aksara dengan pendidikan kecakapan hidup atau life skill, sehingga seseorang tidak hanya diajari dapat membaca, tetapi juga keterampilan yang dapat meningkatkan taraf hidupnya.

"Dan terakhir adalah keberaksaraan perempuan harus lebih ditingkatkan, khususnya dalam hal inklusi, partisipasi dan pemberdayaan mereka agar dapat berperan dalam pembangunan dan mendukung keberlanjutan dari keaksaraan itu sendiri," imbuhnya.

seumber: kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar